REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejatinya, pendidikan mengembalikan jati diri manusia yang sesungguhnya sebagai manusia yang merdeka, tidak ditindas dan tidak diperlakukan secara sewenang-wenang. Dalam pandangan Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag, Dr H A Umar MA, kenakalan dan kesewenang-wenangan anak tidak terlepas dari tidak berjalannya pendidikan dengan baik.
Ketika beban belajar anak berlebihan, kata Umar, tidak ada waktu bagi mereka untuk menikmati masa-masa indah dalam belajar, mereka dalam posisi yang tidak ada pilihan: mereka mendapat pelajaran, tugas, dan perlakuan yang seragam telah mengundang rasa tertekan yang luar biasa. Sampai pada titik tertentu, kejenuhan yang berkepanjangan akan mebangkitkan emosi yang tak terkendali. Dunia pendidikan harus berbenah.
Menurut Umar, keharusan bagi lembaga pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran adalah mampu memberikan alumni yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan seirama dengan zaman. “Berbagai usaha pun dilakukan. Misalnya, dengan memberian kurikulum yang tepat, teknik penyajian materi serta didukung dengan fasilitas yang memadai. sehingga dapat meningkatkan hasil belajar anak didik,” ujar Umar dalam diskusi tentang Peranan Pendidikan di Abad 21 yang diadakan Indonesia Bermutu (IB) di Jakarta, Jumat (2/2).
Diskusi tersebut juga menampilkan nara sumber Direktur Institut Indonesia Bermutu (IIB) yang juga pakar kurikulum, Zulfikri Anas Med. Moderator adalah peneliti IB dan Ketua Umum Yayasan Pendidikan Al-Iman, Afrizal Sinaro.
Umar mengemukakan, Madrasah Hebat dan Bermartabat adalah madrasah yang menampilkan sesuatu yang unik, maju dan berbeda. “Hebat bukan berarti harus ‘besar’, tetapi sesuatu yang tidak biasa bagi madrasah atau sekolah di sekitarnya. Memiliki keunggulan lokal atau keunikan-keunikan tertentu, dengan demikian madrasah akan menjadi pilihan masyarakat,” ujarnya.
Kemenag bercita-cita memiliki madrasah unggul dan hebat yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. Madrasah tersebut sumber inspirasi dan modeling bagi para pengelola madrasah, kepala madrasah, guru juga siswa madrasah dalam pengelolaan madrasah agar menjadi unggul dan hebat. “Membangun semangat baru bagi warga madrasah, terutama dalam meningkatkan pembinaan dan pengelolaan madrasah yang lebih baik,” tuturnya.
Ia menambhkan, terkait dengan kurikulum, Kemenag harus membenahi pengelolaan kurikulum. Diakui atau tidak, disadari atau tidak, sampai saat ini kurikulum masih dirasakan memberatkan. Kurikulum membuat guru siswa, dan orang tua terbebani.
“Kenapa kurikulum mebuat resah banyak orang? Pertanyaan inilah yang harus dijawab melalui program perekayasaan kurikulum di semua sekolah di lingkungan Kemenag,” tegas Umar.
Direktur Institut Indonesia Bermutu (IIB) Zulfikri Anas Med mengatakan, kurikulum dipersiapkan supaya dunia pendidikan dapat memberikan pelayanan bermutu kepada setiap anak (tanpa kecuali dan tanpa syarat). “Melalui kurikulum, semua fitrah berupa kekuatan-kekuatan positif yang tersembunyi dalam diri setiap anak dapat dikeluarkan, dikembangkan, dan diberdayakan oleh yang bersangkutan dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan hidup,” ujarnya.
Ia menambahkan, kurikulum adalah janji dunia pendidikan pada anak, memuat segala hal yang berdampak pada cara berpikir, sikap, dan perilaku mereka. “Kurikulum seharusnya menjadi ruang atau jalan bagi setiap anak untuk berbuat baik, beramal, dengan ikhlas dan membebaskan semua anak didik dari ketidakberdayaan dan keterkungkungan, dan ketertindasan sebagai akibat rendahnya kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak,” tutur Zulfikri penulis buku Kurikulum Untuk Kehidupan.
Zulfikri menegaskan, sebagai rambu-rambu, kurikulum jangan sampai membuat seseorang tersesat dalam perjalanan. Kehadiran kurikulum seyogyanya membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah.
Artinya, kata dia, keberadaan kurikulum membuat materi pelajaran yang tadinya rumit dan sulit dipelajari siswa menjadi sederhana dan mudah dipelajari (learnable); materi yang tadinya abstrak dan sulit diukur ketercapaiannya menjadi dapat dicapai (achievable), terukur (measurable), dan/atau dapat dilihat ketercapaiannya (observable).
“Selain itu, bahan-bahan pelajaran yang tadinya sulit diajarkan menjadi lebih praktis (teachable). Melalui cara itulah, dunia pendidikan mempertanggungjawabkan semua proses yang terjadi,” paparnya.
Hal terpenting dalam sebuah kurikulum, kata Zulfikri, adalah pengelolaannya. Kurikulum memberikan ruang kepada setiap anak untuk memilih dan mendalami sesuatu sesuai dengan keunikan potensinya. Ketika kurikulum memaksa anak untuk menguasai semua materi dalam tingkatan yang sama, di situlah kemungkinan terjadinya penindasan. Ketika anak harus merata-ratakan semua kemampuan, mereka akan menjadi orang-orang generalis yang menjalani hidup tanpa arah yang jelas.
Untuk itu, menurut Zulfikri, seharusnya kurikulum menyajikan pilihan-pilihan menu yang dapat mengakomodasi potensi unik setiap anak. Bagi anak tertentu, yang potensi di bidang seni, pelajaran IPA tidak perlu tuntas dan mendalam 100 persen, cukup pada batas-batas tuntas minimal. “Cara ini akan memberi ruang dan energi bagi anak untuk menemukan dan mengembangkan potensi uniknya sebagai profesi,” ujarnya.
Direktur Pendidikan Fajrul Islam Dr Bunyanul Arifin mengatakan, guru sangat terbebani oleh administrasi. Waktunya habis untuk urusan administrasi. Kapan guru terbebas dari beban ini?
“Kita tahu bahwa penyelenggaraan pendidikan perlu didukung oleh administrasi, namun adminitrasi itu hanya pendukung dan pada zaman ini tidak saatnya lagi kita mengerjakan adminitrasi secara manual,” kata Bunyanul.
Di samping itu, dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peranan orang tua. Untuk itu, pendidikan orang tua (parenting) harus sejalan dengan program pendidikan. “Dengan demikian, pendidikan menjadi berdaya,” ujar Bunyanul.
Peneliti IB Dr Oos M Anwas mengemukakan, berdasarkan penelitian terhadap aktivitas anak sehari-sehari di sekolah, hampir tidak ada waktu untuk memulihkan energi bagi anak didik. Jangankan untuk istirahat, bahkan untuk makan siangpun hampir tidak tersedia waktu. Hal itu karena saking padatnya kegiatan belajar anak. “Jika ini terus berlangsung, proses belajar tidak akan efektif, dan peluang anak terjerumus kepada berbagai bentuk pelarian atau kenakalan sangat besar,” tuturnya.
Karena itu, kata Oos, perlu penataan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Dalam hal penggunaan perangkat teknologi, anak-anak sekarang ini memiliki minat baca yang tinggi, namun perlu dipastikan bahwa materi yang dibaca anak betul-betul mendukung keberhasilan belajar. “Ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan bagaimana meyediakan bahan-bahan bacaan digital yang menarik, bermakna, dan bermanfaat,” paparnya.
Ketua Umum Yayasan Perguruan Al-Iman Citayam Bogor Evi Afrizal Sinaro menambahkan, Islam hadir membawa misi pendidikan dan kehadiranya sebagai ajaran kaffah yang menyempurnakan ajaran agama-agama sebelumnya. Untuk itu, semua persoalan pendidikan sudah ada antisipasinya dalam ajaran Islam.
“Nah, jika pendidikan kembali berjaya, mau tidak mau kita harus mengembalikan pendidikan ke fitrahnya, yaitu membangun peradaban akhlak mulia. Untuk itu perlu terobosan dan upaya yang tidak biasa agar pendidikan madrasah menjadi kiblat dari semua lembaga pendidikan,” ujar Afrizal Sinaro
0 comments: